Rabu, 15 Oktober 2014

pertanian dan kearifan lokal di sumatera barat

          Bercocok  tanam dan beternak adalah budaya kental masyarakat Minangkabau. Berpikir untuk hidup ke esok dicermin kan orang Minang dengan adanya rangkiang di halaman rumah gadang. Rangkiang tempat menyimpan padi. Itu adalah cerminan dari ketahanan pangan masyarakat Minang.
          Bertani dan beternak bagi orang Minang adalah tabungan kesejahteraan. Prinsip kemakmuran orang Minang, ketika padi menjadi, ketika taranak berkembang, ketika jagung berbunga—bak pepatah “ bumi sanang padi manjadi, padi masak jaguang maupia, anak buah sanang santosa, bapak kayo mande batuah, mamak disambah urang pulo”. Begitulah tujuan hidup orang Minang, yakni bumi sanang padi manjadi taranak bakambang biak. Hidup yang penuh berkah, yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu "baldatun taiyibatun wa robbun gafuur". Dan tentu saja hal itu adalah cermin dari kesepakatan masyarakat Minangkabau dalam sandaran sikap “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
Asas pemanfaatan bagi orang Minang sangat tinggi. Dalam kehidupan sosial dan budaya, orang Minang tak mengenal apa yang kita sebut dengan sampah masyarakat. Mengapa, karena bagi orang Minang, tak ada orang yang tak berguna. Orang Minang senantiasa memercayai  dan memberikan sebuah pekerjaan kepada orang yang tepat seperti yang disampaikan oleh pepatah kita : “Nan Buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, Nan lumpuah pahuni rumah, nan kuek paangkuik baban, nan jangkuang jadi panjuluak, nan randah panyaruduak, nan pandai tampek batanyo, nan cadiak bakeh baiyo, nan kayo tampek batenggang.
          Pembagian kerja bagi orang Minang itu  rasional atau objektif. Semua termanfaatkan. Itu sesuai pula dengan sabda Rasulullah: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” [Hasan: Shahih Al-Jami’ no. 3289].
          Prinsip pemanfaatan manusia dan SDM bagi orang Minang itu sangat rasional dan objektif sekali. Bahkan, pemanfaatan lahan bagi orang Minang sangat selektif. Tak ada lahan yang tak berguna bagi orang Minang. Semua lahan termanfaatkan sesuai bentuk, lokasi dan jenisnya. Sesuai benar dengan pepatah : “ Nan lurah tanami bambu, nan lereang tanami tabu, nan padek kaparumahan, nan gurun buek ka parak, nan bancah dibuek sawah, nan munggu kapakuburan, nan gauang ka tabek ikan, nan padang kapaimpauan, nan lambah kubangan kabau, nan rawang payo kaparanangan itiak” .
          Semestinya juga, masyarakat Minangkabau tak mengenal apa yang disebut dengan lahan telantar atau lahan tidur. Masyarakat Minang adalah masyarakat pertanian, ketika ke rimba berbunga kayu, air tergenang dijadikan kolam ikan, tanah tanah ditanamkan benih, tanah keras dibikin ladang, sawah bertumpak di tanah yang datar, ladang berbidang di lahan yang lereng. Begitulah budaya sosial masyarakat kita di Minangkabau.
          Bahkan orang Minang sudah memiliki teknologi pertanian yang merupakan warisan dari nenek moyang kita. Mereka bertani sesuai musim. Seperti pesan pepatah:” Ka ladang di hulu tahun, ka sawah di pangka musim, hasia banyak nkarano jariah, hasia buliah karano pandai”. Pepatah itu menyisipkan dua kata inti dalam hal ihwal berladang orang Minang. Yakni, pertama kerja keras, kedua karena pengetahuan atau kepandaian berladang.
          Semangat dan optimisme orang Minang itu sangat tinggi. Tak ada yang tak mungkin bagi orang Minang asal dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. “lawik dalam buliah diajuak, bumi laweh dapek digali, bukik dapek diruntuah, asa bajariah bausaho. Lawik ditimbo lai ka kariang, gunuang di runtuah mungkin data, sadang dek samuik runtuah tabiang, apolagi dek manusia nan baraka”. Begitulah dalil rasional orang Minangkabau.
          Jauh sebelum Koes plus mendengakan tongkat ditanam jadi “buah”, orang Minang sudah lebih dulu meyakini. Bahkan tak tongkat saja yang tumbuah, melainkan artinya lebih luas, yakni “ Apo ditanam namuah tumbuah, bijo ditanam ka babuah, batang ditanam kabarisi, batanam nan bapucuak, mamaliharo nan banyao”.
          Bahkan, sebelum bertanam, orang minang memikirkan perairan atau irigasi. “ Dibuek banda baliku, tibo di bukik digali, tibo di batu dipahek, tibo di batang di kabuang”.
          Begitulah kearifan lokal orang Minangkabau dalam bertani dan bataranak itu tadi. Bila ada lahan tak termanfaatkan, wajib kita bertanya? Mengapa? Apakah karena lahan kering tak teraliri irigasi? Apakah karena kita sudah pemalas?
          Dalam keadaan terkini, Sumbar adalah salah satu propinsi surplus beras!
          Bila begitu adanya, mari kita lihat pemanfaatan lahan dan soal irigasi bagi pertanian Sumatera Barat. Kita tanyakan hal ini kepada Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumbar Ir Djoni.
Pak Djoni berharap, pembangunan infrastruktur di daerah ini idealnya diarahkan pada pembangunan irigasi teknis. Katanya, makin luas lahan pertanian Sumbar yang mendapat air irigasi, makin besar hasil potensi pertanian kita yang muaranya berujung pada kemakmuran untuk petani, kemakmuran untuk rakyat, kemakmuran untuk semua.
          Lalu berapa produksi padi Sumbar?
“Dengan areal persawahan seluas 235.824 hektar , produksi padi Sumbar mencapai dua juta ton pada 2007, naik dari produksi 2006 yang tercatat 1,889 juta ton”, jawab Djoni.
“Lahan yang diahlifungsikan untuk pembangunan tak sampai 100 ha pada tiap tahunnya,” kata Djoni seraya mengatakan tak perlu khawatir dengan banyaknya lahan sawah yang disulap menjadi lahan perumahan atau pun industri karena seiring dengan itu, lahan-lahan pertanian baru juga dibuka.
Dalam catatan kita, tingkat konsumsi beras masyarakat Sumbar pada tahun 2011 sekitar 123 kg perkapita per tahunnya.
“Sedangkan konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia atau pun rata-rata nasional sekitar 139 kg perkapita per tahun.
Guna mengurangi konsumsi beras, peme­rintah telah melakukan sosialisasi pengalihan  dari beras ke umbi-umbian, sayur-sayuran ataupun buah-buahan. Target Pemerintah  ting­kat konsumsi beras masyarakat Indonesia menurun sekitar 1,5 persen tiap tahunnya dari jumlah perkapita per tahunnya.

10 komentar:

  1. ini copast ya mbak ? hahaha
    sumatera barat nya aja yang ditambahin , ya saran saya agar lebih kreatif lagi . thanks

    BalasHapus
    Balasan
    1. sotoy kamu mas :p
      oke .trimakasih sarannya

      Hapus
  2. sumatra barat? ohh orang minang ya mbakk...

    saya bingung banyak bahasa minangnya shingga sulit tuk memahami,,.. terlalu bermuluk-muluk "baldatun taiyibatun wa robbun gafuur"..

    hahahaha bu nyai!!!!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha,, iya mas .namanya juga membahas tentang minang ,ya banyak bahasa minangnya lah .tapi kan meskipun banyak bahasa minangnya ada terjemahannya disana .
      tapi oke lah, makasi atas saranya :)
      syeik!!!!!

      Hapus
  3. sepertinya terlalu panjang kak. males bacanya kak, ga ada gambarnya juga .:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. okke, mungkin saya bisa memperbaikinya .trimakasii :)

      Hapus
  4. artikel yang anda buat sudah lumayan bagus,tetapi penjelasan dalam isi artikel yang anda buat sudah bagus.

    BalasHapus
  5. INFO cukup bagus mbak, tetapi saya setuju apa yg di bilang bung yudi agar di tambahi lagi desainya agar terlihat menarik lagi,

    BalasHapus