Bercocok tanam dan beternak adalah budaya kental masyarakat
Minangkabau. Berpikir untuk hidup ke esok dicermin kan orang Minang
dengan adanya rangkiang di halaman rumah gadang. Rangkiang tempat
menyimpan padi. Itu adalah cerminan dari ketahanan pangan masyarakat
Minang.
Bertani dan beternak bagi orang Minang adalah
tabungan kesejahteraan. Prinsip kemakmuran orang Minang, ketika padi
menjadi, ketika taranak berkembang, ketika jagung berbunga—bak pepatah “
bumi sanang padi manjadi, padi masak jaguang maupia, anak buah sanang
santosa, bapak kayo mande batuah, mamak disambah urang pulo”. Begitulah
tujuan hidup orang Minang, yakni bumi sanang padi manjadi taranak
bakambang biak. Hidup yang penuh berkah, yang sesuai dengan ajaran Islam
yaitu "baldatun taiyibatun wa robbun gafuur". Dan tentu saja hal itu
adalah cermin dari kesepakatan masyarakat Minangkabau dalam sandaran
sikap “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
Asas
pemanfaatan bagi orang Minang sangat tinggi. Dalam kehidupan sosial dan
budaya, orang Minang tak mengenal apa yang kita sebut dengan sampah
masyarakat. Mengapa, karena bagi orang Minang, tak ada orang yang tak
berguna. Orang Minang senantiasa memercayai dan memberikan sebuah
pekerjaan kepada orang yang tepat seperti yang disampaikan oleh pepatah
kita : “Nan Buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, Nan lumpuah
pahuni rumah, nan kuek paangkuik baban, nan jangkuang jadi panjuluak,
nan randah panyaruduak, nan pandai tampek batanyo, nan cadiak bakeh
baiyo, nan kayo tampek batenggang.
Pembagian kerja bagi orang
Minang itu rasional atau objektif. Semua termanfaatkan. Itu sesuai pula
dengan sabda Rasulullah: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia.” [Hasan: Shahih Al-Jami’ no. 3289].
Prinsip pemanfaatan manusia dan SDM bagi orang Minang itu sangat
rasional dan objektif sekali. Bahkan, pemanfaatan lahan bagi orang
Minang sangat selektif. Tak ada lahan yang tak berguna bagi orang
Minang. Semua lahan termanfaatkan sesuai bentuk, lokasi dan jenisnya.
Sesuai benar dengan pepatah : “ Nan lurah tanami bambu, nan lereang
tanami tabu, nan padek kaparumahan, nan gurun buek ka parak, nan bancah
dibuek sawah, nan munggu kapakuburan, nan gauang ka tabek ikan, nan
padang kapaimpauan, nan lambah kubangan kabau, nan rawang payo
kaparanangan itiak” .
Semestinya juga, masyarakat
Minangkabau tak mengenal apa yang disebut dengan lahan telantar atau
lahan tidur. Masyarakat Minang adalah masyarakat pertanian, ketika ke
rimba berbunga kayu, air tergenang dijadikan kolam ikan, tanah tanah
ditanamkan benih, tanah keras dibikin ladang, sawah bertumpak di tanah
yang datar, ladang berbidang di lahan yang lereng. Begitulah budaya
sosial masyarakat kita di Minangkabau.
Bahkan orang Minang sudah memiliki teknologi
pertanian yang merupakan warisan dari nenek moyang kita. Mereka bertani
sesuai musim. Seperti pesan pepatah:” Ka ladang di hulu tahun, ka sawah
di pangka musim, hasia banyak nkarano jariah, hasia buliah karano
pandai”. Pepatah itu menyisipkan dua kata inti dalam hal ihwal berladang
orang Minang. Yakni, pertama kerja keras, kedua karena pengetahuan atau
kepandaian berladang.
Semangat dan optimisme orang
Minang itu sangat tinggi. Tak ada yang tak mungkin bagi orang Minang
asal dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. “lawik dalam
buliah diajuak, bumi laweh dapek digali, bukik dapek diruntuah, asa
bajariah bausaho. Lawik ditimbo lai ka kariang, gunuang di runtuah
mungkin data, sadang dek samuik runtuah tabiang, apolagi dek manusia nan
baraka”. Begitulah dalil rasional orang Minangkabau.
Jauh sebelum Koes plus mendengakan tongkat ditanam jadi “buah”, orang
Minang sudah lebih dulu meyakini. Bahkan tak tongkat saja yang tumbuah,
melainkan artinya lebih luas, yakni “ Apo ditanam namuah tumbuah, bijo
ditanam ka babuah, batang ditanam kabarisi, batanam nan bapucuak,
mamaliharo nan banyao”.
Bahkan, sebelum bertanam, orang
minang memikirkan perairan atau irigasi. “ Dibuek banda baliku, tibo di
bukik digali, tibo di batu dipahek, tibo di batang di kabuang”.
Begitulah kearifan lokal orang Minangkabau dalam bertani dan bataranak
itu tadi. Bila ada lahan tak termanfaatkan, wajib kita bertanya?
Mengapa? Apakah karena lahan kering tak teraliri irigasi? Apakah karena
kita sudah pemalas?
Dalam keadaan terkini, Sumbar adalah salah satu propinsi surplus beras!
Bila begitu adanya, mari kita lihat pemanfaatan lahan dan soal irigasi
bagi pertanian Sumatera Barat. Kita tanyakan hal ini kepada Kepala Dinas
Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumbar Ir Djoni.
Pak
Djoni berharap, pembangunan infrastruktur di daerah ini idealnya
diarahkan pada pembangunan irigasi teknis. Katanya, makin luas lahan
pertanian Sumbar yang mendapat air irigasi, makin besar hasil potensi
pertanian kita yang muaranya berujung pada kemakmuran untuk petani,
kemakmuran untuk rakyat, kemakmuran untuk semua.
Lalu berapa produksi padi Sumbar?
“Dengan
areal persawahan seluas 235.824 hektar , produksi padi Sumbar mencapai
dua juta ton pada 2007, naik dari produksi 2006 yang tercatat 1,889 juta
ton”, jawab Djoni.
“Lahan
yang diahlifungsikan untuk pembangunan tak sampai 100 ha pada tiap
tahunnya,” kata Djoni seraya mengatakan tak perlu khawatir dengan
banyaknya lahan sawah yang disulap menjadi lahan perumahan atau pun
industri karena seiring dengan itu, lahan-lahan pertanian baru juga
dibuka.
Dalam catatan kita, tingkat konsumsi beras masyarakat Sumbar pada tahun 2011 sekitar 123 kg perkapita per tahunnya.
“Sedangkan konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia atau pun rata-rata nasional sekitar 139 kg perkapita per tahun.
Guna
mengurangi konsumsi beras, pemerintah telah melakukan sosialisasi
pengalihan dari beras ke umbi-umbian, sayur-sayuran ataupun
buah-buahan. Target Pemerintah tingkat konsumsi beras masyarakat
Indonesia menurun sekitar 1,5 persen tiap tahunnya dari jumlah perkapita
per tahunnya.
ini copast ya mbak ? hahaha
BalasHapussumatera barat nya aja yang ditambahin , ya saran saya agar lebih kreatif lagi . thanks
sotoy kamu mas :p
Hapusoke .trimakasih sarannya
sumatra barat? ohh orang minang ya mbakk...
BalasHapussaya bingung banyak bahasa minangnya shingga sulit tuk memahami,,.. terlalu bermuluk-muluk "baldatun taiyibatun wa robbun gafuur"..
hahahaha bu nyai!!!!!!!
haha,, iya mas .namanya juga membahas tentang minang ,ya banyak bahasa minangnya lah .tapi kan meskipun banyak bahasa minangnya ada terjemahannya disana .
Hapustapi oke lah, makasi atas saranya :)
syeik!!!!!
sepertinya terlalu panjang kak. males bacanya kak, ga ada gambarnya juga .:D
BalasHapusokke, mungkin saya bisa memperbaikinya .trimakasii :)
Hapusartikel yang anda buat sudah lumayan bagus,tetapi penjelasan dalam isi artikel yang anda buat sudah bagus.
BalasHapusoke .trimakasih :)
HapusINFO cukup bagus mbak, tetapi saya setuju apa yg di bilang bung yudi agar di tambahi lagi desainya agar terlihat menarik lagi,
BalasHapusoke, trimaksi :)
Hapus